New Status
Welcome To My Blog :)

Minggu, 28 Mei 2017

PELAYANAN REKAM MEDIS

Pengertian Rekam Medis
Menurut Depkes RI (1994) pengertian rekam medis sebagai suatu sistem penyelenggaraan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data medis pasien selama pasien itu mendapatkan pelayanan medik di rumah sakit, dan dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan atau peminjaman dari pasien atau untuk keperluan lainnya.
Tujuan Rekam Medis
Menurut Depkes RI (1994) tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal ini harus di dukung oleh sistem penyelanggaraan rekam medis yang baik dan benar. Tertib administrasi merupakan salah satu factor yang menentukan di dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Kegunaan Berkas Rekam Medis
Menurut Depkes RI (1994) kegunaan berkas rekam medis dapat di lihat dari berbagai aspek, diantaranya adalah :
a. Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan peramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
b. Aspek Medis
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai medik karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar merencanakan pengobatan atau perawatan yang diberikan kepada pasien.
c. Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai hokum, karena isinya menyangkut masalah adanya kepastian hokum atas dasar keadilan. Dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.
d. Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan di rumah sakit. Tanpa adanya bukti catatan tindakan atau pelayanan, maka pembayaran pelayanan di rumah sakit tidak dapat di pertanggungjawabkan.
e. Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai penelitian, karena isinya mengandung data atau informasi tentang perkembangan kronologis dari kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan referensi pengajaran di bidang profesi si pemakai.
f. Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menjadi sumber ingatan yang harus di dokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.
Menurut Depkes RI (1994) pengertian rekam medis sebagai suatu sistem penyelenggaraan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data medis pasien selama pasien itu mendapatkan pelayanan medik di rumah sakit, dan dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaan atau peminjaman dari pasien atau untuk keperluan lainnya.
2. Tujuan Rekam Medis
Menurut Depkes RI (1994) tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Hal ini harus di dukung oleh sistem penyelanggaraan rekam medis yang baik dan benar. Tertib administrasi merupakan salah satu factor yang menentukan di dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit.
3. Kegunaan Berkas Rekam Medis
Menurut Depkes RI (1994) kegunaan berkas rekam medis dapat di lihat dari berbagai aspek, diantaranya adalah :
a. Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan peramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
b. Aspek Medis
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai medik karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar merencanakan pengobatan atau perawatan yang diberikan kepada pasien.
c. Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai hokum, karena isinya menyangkut masalah adanya kepastian hokum atas dasar keadilan. Dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.
d. Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan di rumah sakit. Tanpa adanya bukti catatan tindakan atau pelayanan, maka pembayaran pelayanan di rumah sakit tidak dapat di pertanggungjawabkan.
e. Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai penelitian, karena isinya mengandung data atau informasi tentang perkembangan kronologis dari kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan referensi pengajaran di bidang profesi si pemakai.
f. Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menjadi sumber ingatan yang harus di dokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.
Informed Consent
“ Informed Consent “ adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk terjemahan dari persetujuan tindakan medik. Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu Informed dan. Informed diartikan telah di beritahukan, telah disampaikan atau telah di informasikan dan Consent yang berarti persetujuan yang diberikan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian bebas dari informed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk berbuat sesuatu setelah mendapatkan penjelasan atau informasi.
Pengertian Informed Consent oleh Komalawati ( 1989 :86) disebutkan sebagai berikut :
“Yang dimaksud dengan informed Consent adalah suatu kesepakatan / persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukanuntuk menolong dirinya, disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.”
Sedangkan tatacara pelaksanaan tindakan medis yang akan dilaksanakan oleh dokter pada pasien , lebih lanjut diatur dalam Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2009 Tentang Praktek Kedokteran yang menegaskan sebagai berikut :
(1) Setiap Tindakan Kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien diberikan penjelasan lengkap
(3) Penjelasan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a. Diagnosis dan tatacara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan.
Dengan lahirnya UU No. 29 Tahun 2004 ini, maka semakin terbuka luas peluang bagi pasien untuk mendapatkan informasi medis yang sejelas-jelasnya tentang penyakitnya dan sekaligus mempertegas kewajiban dokter untuk memberikan informasi medis yang benar, akurat dan berimbang tentang rencana sebuah tindakan medik yang akan dilakukan, pengobatan mapun perawatan yang akan di terima oleh pasien. Karena pasien yang paling berkepentingan terhadap apa yang akan dilakukan terhadap dirinya dengan segala resikonya, maka Informed Consent merupakan syarat subjektif terjadinya transaksi terapeutik dan merupakan hak pasien yang harus dipenuhi sebelum dirinya menjalani suatu upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya .
Sehubungan dengan penjelasan tersebut diatas maka Informed Consent bukan hanya sekedar mendapatkan formulir persetujuan tindakan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarganya tetapi persetujuan tindakan medik adalah sebuah proses komunikasi intensif untuk mencapai sebuah kesamaan persepsi tetang dapat tidaknya dilakukan suatu tindakan, pengobatan, perawatan medis. Jika porses komunikasi intesif ini telah dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu antara dokter sebagai pemberi pelayanan dan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan maka hal tersebut dikukuhkan dalam bentuk pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak,demikian halnya jika bahwa ternyata setelah proses komunikasi ini terjadi dan ternyata pasien menolak maka dokter wajib untuk menghargai keputusan tersebut dan meminta pasien untuk menandatangani surat pernyataan menolak tindakan medik . jadi informed Consent adalah sebuah proses bukan hanya sekedar mendapatkan tandatangan lembar persetujuan tindakan.
Hal pokok yang harus di perhatikan dalam proses mencapai kesamaan persepsi antara dokter dan pasien agar terbangun suatu persetujuan tindakan medik adalah bahasa komunikasi yang digunakan. Jika terdapat kesenjangan penggunaan bahasa atau istilahistilah yang sulit dimengerti oleh pasien maka besar kemungkinan terjadinya mispersepsi yang akan membuat gagalnya persetujuan tindakan medis yang akan dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut , Komalawati ( 2002: 111) mengungkapkan bahwa informed conset dapat dilakukan ,antara lain :
a. Dengan bahasa yang sempurna dan tertulis
b. Dengan bahasa yang sempurna secara lisan
c. Dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima pihak lawan
d. Dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan.
e. Dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan
Jika setelah proses informed yang dilakukan oleh dokter pada pasien dan ternyata pasien gagal memberikan consent sebagaimana yang di harapkan , tidaklah berari bahwa upaya memperoleh persetujuan tersebut menjadi gagal total tetapi dokter harus tetap memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk pasien berfikir kembali setiap keuntungan dan kerugian jika tindakan medis tersebut dilakukan atau tidak dilakukan. Selain itu dokter tetap berusaha melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih efektif dan efisien yang memungkinkan untuk memperoleh persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan jika memang tindakan tersebut adalah tindakan yang utama dan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk menolong menyembuhkan atau meringankan sakit pasien.
PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS
Penyelenggaraan Rekam Medis pada suatu sarana pelayanan kesehatan merupakan salah satu indikator mutu pelayanan pada institusi tersebut. Berdasarkan data pada Rekam Medis tersebut akan dapat dinilai apakah pelayanan yang diberikan sudah cukup baik mutunya atau tidak, serta apakah sudah sesuai standar atau tidak. Untuk itulah, maka pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan merasa perlu mengatur tata cara penyelenggaraan Rekam Medis dalam suatu Peraturan Menteri Kesehatan agar jelas rambu-rambunya, yaitu berupa Permenkes No.749a1Menkes/Per/XII/1989.
Secara garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes tersebut diatur sebagai berikut:
1. Rekam Medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima pelayanan
(pasal 4). Hal ini dimaksudkan agar data yang dicatat masih original dan tidak ada yang terlupakan
karena adanya tenggang waktu.
2. Setiap pencatatan Rekam Medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan petugas pelayanan
kesehatan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sistim pertanggung-jawaban atas pencatatan
tersebut (pasal 5).
3.Jika terdapat kesalahan pencatatan, maka pembetulan catatan yang salah harus dilakukan pada
tulisan yang salah dan diparaf oleh petugas yang bersangkutan (pasal 6 ayat 1). Secara lebih tegas
ayat 2 dari pasal yang sama menyatakan bahwa penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak
diperbolehkan.
posted by AtmadjaDS,dr.SpF,SH,PhD,DFM @ 11:24 PM 0 comments
KEPEMILIKAN REKAM MEDIS
Pada saat seorang pasien berobat ke dokter, sebenarnya telah terjadi kontrak terapeutik antara pasien dan dokter. Hubungan tersebut didasarkan atas kepercayaan pasien bahwa dokter tersebut mampu mengobatinya, dan akan merahasiakan semua rahasia pasien yang diketahuinya pada saat hubungan tersebut terjadi. Dalam hubungan tersebut secara otomatis akan banyak data pribadi pasien tersebut yang akan diketahui oleh dokter serta tenaga kesehatan yang memeriksa pasien tersebut. Sebagian dari rahasia tadi dibuat dalam bentuk tulisan yang kita kenal sebagai Rekam Medis. Dengan demikian, kewajiban tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk menjaga kerahasiaan isi Rekam Medis.
Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut. Karena isi Rekam Medis merupakan milik pasien, maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika dokter atau petugas medis menolak memberitahu tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kecuali pada keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk bertindak sebaliknya. Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik institusi, maka tidak pada tempatnya pula jika pasien meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi jika institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.
posted by AtmadjaDS,dr.SpF,SH,PhD,DFM @ 11:23 PM 0 comments
KEGUNAAN REKAM MEDIS
Permenkes no. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis memiliki 5 ,manfaat yaitu:
Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
Bahan untuk kepentingan penelitian
Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan
Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6 manfaat, yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:
1. Administrative value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif pelayanan kesehatan.
2. Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan
3. Financial value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan kesehatan
yang harus dibayar oleh pasien
4. Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan
kedokteran, keperawatan dan kesehatan.
5. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran dan pendidikan
mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya.
6. Documentation value: Rekam medis merupakan sarana untuk penyimpanan berbagai dokumen
yang berkaitan dengan kesehatan pasien.
posted by AtmadjaDS,dr.SpF,SH,PhD,DFM @ 11:20 PM 0 comments
PENGGUNAAN REKAM MEDIS UNTUK PENINGKATAN MUTU
Dalam audit medis, umumnya sumber data yang digunakan adalah rekam medis pasien, baik pasien rawat jalan maupun yang rawat inap. Rekam medis adalah sumber data yang paling baik di rumah sakit, meskipun banyak memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan rekam medis adalah sering tidak adanya beberapa data yang bersifat sosial-ekonomi pasien, seringnya pengisian rekam medis yang tak lengkap, tidak tercantumnya persepsi pasien, tidak berisi penatalaksanaan “pelengkap” seperti penjelasan dokter dan perawat, seringkali tidak memuat kunjungan kontrol pasca perawatan inap, dll.
Audit medis diharapkan akan menyebabkan peningkatan mutu dan efektifitas pelayanan medis di sarana kesehatan tersebut. Namun di samping itu, kita juga perlu memperhatikan dampak lain, seperti dampaknya terhadap perilaku para profesional, tanggung-jawab manajemen terhadap nilai dari audit medis tersebut, seberapa jauh mempengaruhi beban kerja, rasa akuntabilitas, prospek karier dan moral, dan jenis pelatihan yang diperlukan.
Aspek legal terpenting dari audit medis adalah penggunaan informasi medis pasien, yang tentu saja terkait dengan wajib simpan rahasia kedokteran. Pada Permenkes RI tentang rekam medis disebutkan bahwa salah satu tujuan dari rekam medis adalah untuk riset dan sebagai data dalam melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan medis. Permenkes ini juga memberikan peluang pembahasan informasi medis seseorang pasien di kalangan profesi medis untuk tujuan rujukan dan pengembangan ilmiah. Asosiasi Dokter Sedunia (WMA, Oktober 1983) juga menyatakan bahwa penggunaan informasi medis untuk tujuan riset dan audit dapat dibenarkan:
It is not a breach of confidentiality to release or transfer confidential health care information
required for the purpose of conducting scientific researchs, management audits, financial
audits, program evaluations, or similar studies, provided the information released does not
identify, directly or indirectly, any individual patient in any report of such research, audit or
evaluation, or otherwise disclose patient identities in any manner (Statement of World
Medical Association, 1983).
posted by AtmadjaDS,dr.SpF,SH,PhD,DFM @ 11:19 PM 0 comments
PEMBUKAAN INFORMASI MEDIS
Pada prinsipnya informasi medis pasien dalam Rekam Medis adalah rahasia kedokteran yang harus dijaga dari pihak ketiga. Akan tetapi pada keadaan-keadaan tertentu informasi tersebut bisa saja dibuka. The American Medical Record Association menyatakan bahwa informasi medis dapat dibuka dalam hal : (a) memperoleh otorisasi tertulis dari pasien,
(b) sesuai dengan ketentuan undang-undang,
(c) diberikan kepada sarana kesehatan lain yang saat ini menangani pasien,
(d) untuk evaluasi perawatan medis,
(e) untuk riset dan pendidikan sesuai dengan peraturan setempat. (2)
Di pihak lain, audit medis yang mereview rekam medis dapat saja menemukan kesalahan-kesalahan orang, kesalahan prosedur, kesalahan peralatan dan lain-lain, sehingga dapat menimbulkan rasa kurang nyaman bagi para profesional (dokter, perawat, dan profesi kesehatan lain). Oleh karena itu perlu diingat bahwa audit medis bertujuan untuk mengevaluasi pelayanan medis dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan bukan untuk mencari kesalahan dan menghukum seseorang. Tindakan manajemen yang diusulkan oleh panitia untuk mengoreksi perilaku dan atau kapasitas perorangan harus dilakukan secara bijaksana sehingga tidak terkesan sebagai sanksi hukuman. Boleh dikatakan bahwa audit medis tidak mencari pelaku kesalahan (liable person/parties), melainkan lebih untuk menemukan risiko yang dapat dicegah (avoidable risks) – sehingga arahnya benar-benar menuju peningkatan kualitas dan keamanan.
Dengan demikian dalam melaksanakan audit medis perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut
1. Semua orang / staf yang turut serta dalam audit medis adalah mereka yang telah disumpah untuk
menjaga kerahasiaan kedokteran sebagaimana diatur dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah No 10
tahun 1966, dikenal memiliki integritas yang tinggi dan memperoleh penunjukan resmi dari
direksi.
2.Semua formulir data yang masuk dalam rangka audit medis tetap memiliki tingkat kerahasiaan
yang sama dengan rekam medis, termasuk seluruh fotokopi dan fax.
3.Harus disepakati tentang sanksi bagi pelanggaran atas rahasia kedokteran ini, misalnya penghentian
penugasan / akses atas rekam medis, atau bahkan penghentian hubungan kerja.
4.Seluruh laporan audit tidak diperkenankan mencantumkan identitas pasien, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
5.Seluruh hasil audit medis ditujukan untuk kepentingan perbaikan pelayanan medis di rumah sakit
tersebut, tidak dapat dipergunakan untuk sarana kesehatan lain dan tidak digunakan untuk
menyalahkan atau menghukum seseorang atau satu kelompok orang.
6.Seluruh hasil audit medis tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan (dalam keadaan
tertentu, rekam medis tetap dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan)
posted by AtmadjaDS,dr.SpF,SH,PhD,DFM @ 11:18 PM 0 comments
PENYIMPANAN REKAM MEDIS
Pasal 10 Pennenkes No. 749a menyatakan secara tegas bahwa Rekam Medis harus disimpan sekurang-kurangnya 5 tahun terhitung sejak saat pasien terakhir berobat. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, masa penyimpanan ini tennasuk singkat. Di negara bagian Califonnia Amerika Serikat, penyimpanan rekam medis adalah 7 tahun sejak terakhir kali pasien berobat. Untuk pasien anak-anak, penyimpanan berkasnya bahkan sampai yang bersangkutan berusia 21 tahun , dan kalau perlu bahkan sampai 28 tahun. Di Pensylvania masa penyimpanannya lebih lama yaitu sampai 15 tahun, bahkan di negara Israel sampai 100 tahun. Dalam rangka penghematan ruangan penyimpanan, ada beberapa negara yang membolehkan berkas yang berusia lebih dari 3 tahun dari saat terakhir pasien berobat, dialihkan menjadi berkas dalam microfilm.
Khusus untuk kasus-kasus yang menjadi perkara di pengadilan, American Medical Record Association dan American Hospital Association membuat pengaturan lebih lanjut dalam Statement on Preservation of Patient Medical Record in Health Care Institution. Dalam aturan tersebut dikatakan bahwa pada kasus biasa berkas Rekam Medis disimpan sampai 10 tahun terhitung dari saat pasien terakhir berobat. Sedang pada kasus yang diperkarakan di pengadilan, penyimpanan berkas Rekam Medisnya lebih lama lagi yaitu 10 tahun kemudian terhitung sejak perkara terakhimya selesai. Berkas yang telah habis masa penyimpannya dapat dimusnahkan, kecuali jika ada halangan oleh peraturan lain.
posted by AtmadjaDS,dr.SpF,SH,PhD,DFM @ 11:18 PM 0 comments
KOMPUTERISASI REKAM MEDIS
Pemanfaatan komputer sebagai sarana pembuatan dan pengiriman informasi medis merupakan upaya untuk mempercepat dan mempertajam gerak informasi medis untuk kepentingan ketepatan tindakan medis. Namun di sisi lain dapat menimbulkan masalah baru di bidang kerahasiaan dan privacy pasien. Bila data medis pasien jatuh ke tangan orang yang tidak berhak, maka dapat terjadi masalah hukum dan tanggung-jawab harus ditanggung oleh dokternya atau RS. Untuk itu maka standar pelaksanaan pembuatan dan penyimpanan rekam medis yang selama ini berlaku bagi berkas kertas harus pula diberlakukan pada berkas elektronik. Umumnya komputerisasi tidak mengakibatkan rekam medis menjadi paperless, tetapi hanya menjadi less paper. Beberapa data seperti data identitas, informed consent, hasil konsultasi, hasil radiologi dan imaging harus tetap dalam bentuk kertas (print out).
Konsil Asosiasi Dokter Sedunia di bidang etik dan hukum menerbitkan ketentuan di bidang ini pada tahun 1994. Beberapa petunjuk yang penting adalah :
1.Informasi medis hanya dimasukkan ke dalam komputer oleh personil yang berwenang.
2.Data pasien harus dijaga dengan ketat. Setiap personil tertentu hanya bisa mengakses data tertentu
yang sesuai, dengan menggunakan security level tertentu.
3.Tidak ada informasi yang dapat dibuka tanpa ijin pasien. Distribusi informasi medis harus dibatasi
hanya kepada orang-orang yang berwenang saja. Orang-orang tersebut tidak diperkenankan
memindahtangankan informasi tersebut kepada orang lain.
4.Data yang telah “tua” dapat dihapus setelah memberitahukan kepada dokter dan pasiennya (atau
ahli warisnya).
5.Terminal yang on-line hanya dapat digunakan oleh orang yang berwenang.
Rekam medis yang berbentuk kertas umumnya disimpan di Bagian Rekam Medis. Orang yang akan mengaksesnya harus menunjukkan kartu pengenal atau surat ijin dari direksi atau pejabat yang ditunjuk. Tetapi, sekali rekam medis ini keluar dari “sarangnya”, petugas rekam medis tidak dapat lagi mengendalikannya. Mungkin saja rekam medis ini dikopi, diedarkan, dll.
Komputerisasi rekam medis harus menerapkan sistem yang mengurangi kemungkinan kebocoran informasi ini. Setiap pemakai harus memiliki PIN dan password, atau menggunakan sidik jari atau pola iris mata sebagai pengenal identitasnya. Data medis juga dapat dipilah-pilah sedemikian rupa, sehingga orang tertentu hanya bisa mengakses rekam medis sampai batas tertentu. Misalnya seorang petugas registrasi hanya bisa mengakses identitas umum pasien, seorang dokter hanya bisa mengakses seluruh data milik pasiennya sendiri, seorang petugas “billing” hanya bisa mengakses informasi khusus yang berguna untuk pembuatan tagihan, dll. Bila si dokter tidak mengisi sendiri data medis tersebut, ia harus tetap memastikan bahwa pengisian rekam medis yang dilakukan oleh petugas khusus tersebut telah benar.
Sistem juga harus dapat mendeteksi siapa dan kapan ada orang yang mengakses sesuatu data tertentu (footprints). Di sisi lain, sistem harus bisa memberikan peluang pemanfaatan data medis untuk kepentingan auditing dan penelitian. Dalam hal ini perlu diingat bahwa data yang mengandung identitas tidak boleh diakses untuk keperluan penelitian. Kopi rekam medis juga hanya boleh dilakukan di kantor rekam medis sehingga bisa dibatasi peruntukannya. Suatu formulir “perjanjian” dapat saja dibuat agar penerima kopi berjanji untuk tidak membuka informasi ini kepada pihak-pihak lainnya.
Pengaksesan rekam medis juga harus dibuat sedemikian rupa sehingga orang yang tidak berwenang tidak dapat mengubah atau menghilangkan data medis, misalnya data jenis “read-only” yang dapat diaksesnya. Bahkan orang yang berwenang mengubah atau menambah atau menghilangkan sebagian data, harus dapat terdeteksi “perubahannya” dan “siapa dan kapan perubahan tersebut dilakukan”.
Masalah hukum lainnya dalam komputerisasi rekam medis adalah apakah rekam medis elektonik tersebut masih dapat dikategorikan sebagai bukti hukum dan bagaimana pula dengan bentuk elektronik dari informed consent ? Memang kita menyadari bahwa berkas elektronik juga merupakan bukti hukum, namun bagaimana membuktikan ke-otentik-annya? Bila di berkas kertas selalu dibubuhi paraf setiap ada perubahan, bagaimana dengan berkas elektronik? Di sisi lain, komputerisasi mungkin memberikan bukti yang lebih baik, yaitu perintah jarak jauh yang biasanya hanya berupa per-telepon (tanpa bukti), maka sekarang dapat diberikan lewat email yang diberi “signature”.
posted by AtmadjaDS,dr.SpF,SH,PhD,DFM @ 11:16 PM 0 comments
ASPEK MEDIKOLEGAL
Diantara semua manfaat Rekam Medis , yang terpenting adalah aspek legal Rekam Medis. Pada kasus malpraktek medis, keperawatan maupun farmasi, Rekam Medis merupakan salah satu bukti tertulis yang penting. Berdasarkan informasi dalam Rekam Medis, petugas hukum serta Majelis Hakim dapat menentukan benar tidaknya telah terjadi tindakan malpraktek, bagaimana terjadinya malpraktek tersebut serta menentukan siapa sebenarnya yang bersalah dalam perkara tersebut.
Dibawah ini diberikan beberapa ilustrasi kasus yang menunjukkan bagaimana Rekam Medis digunakan dalam pembuktian kasus malpraktek:
posted by AtmadjaDS,dr.SpF,SH,PhD,DFM @ 11:15 PM 0 comments
1. Kasus Collins vs Westlake Community Hospital, 1974
Pada kasus ini pasien menggugat staf perawat di RS, yang menurutnya telah lalai dalam mengawasi kondisi dan sirkulasi peredaran darah pada kakinya selama dipasangi spalk kayu sehingga kakinya menjadi busuk dan harus diamputasi. Pengadilan memeriksa Rekam Medis dan dalam catatan perawat tidak didapatkan adanya catatan perawatan selama 7 jam yang kritis, menunjukkan adanya unsur kelalaian perawat.
posted by AtmadjaDS,dr.SpF,SH,PhD,DFM @ 11:14 PM 0 comments
2. Kasus Wagner vs Kaiiser Foundation Hospital, 1979
Seorang pasien mengalami kerusakan otak setelah menjalani operasi mata. Hal ini diduga terjadi akibat kelalaian perawat dalam pengawasan jumlah dan kedalaman pernapasan selama pasien berada dalam ruang pulih sadar (recovery room ), sesaat setelah operasi selesai dilaksanakan. Dalam pembuktian di pengadilan didapatkan bahwa tidak didapatkan adanya catatan mengenai pengawasan tersebut pada kartu pencatatan yang sudah disediakan di recovery room. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyalahkan petugas kesehatan tersebut karena menurutnya jika pengawasan jumlah dan kedalaman pernapasan dilakukan dengan baik, maka akan dapat segera diketahui komplikasi yang terjadi dan karenanya masih ada waktu untuk memberikan oksigen untuk mencegah kerusakan otak.
posted by AtmadjaDS,dr.SpF,SH,PhD,DFM @ 11:13 PM 0 comments
3. Kasus Fatuck vs Hillside Hospital, 1975
Pada kasus ini seorang psikiater memberi instruksi kepada perawat untuk mengecek seorang pasien penyakit jiwa setiap 15 menit. Ternyata pasien tersebut melarikan diri dan berhasil bunuh diri. Dalam pembuktian di pengadilan, pada Rekam Medis(yaitu dalam catatan perawatan) tidak dijumpai adanya laporan observasi setiap 15 menit. Majelis hakim menyimpulkan bahwa berdasarkan Rekam Medis dalam kasus ini telah ada bukti kuat adanya kelalaian (prima facie case of negligence).
Aspek medikolegal lain dari Rekam Medis adalah ketika seorang petugas kesehatan dituntut karena membuka rahasia kedokteran (isi Rekam Medis) kepada pihak ketiga tanpa izin pasien atau bahkan menolak memberitahukan isi rekam medis (yang merupakan milik pasien) ketika pasien menanyakannya. Seorang tenaga kesehatan dapat secara sengaja membuka rahasia pasien (isi Rekam Medis) dengan cara menyampaikannya secara langsung kepada orang lain. Akan tetapi ia dapat juga membukanya secara tidak sengaja, yaitu ketika ia membicarakan keadaan pasien dengan petugas kesehatan lain di depan umum atau jika ia menaruh Rekam Medis secara sembarangan sehingga orang yang tidak berkepentingan dapat melihatnya. Untuk tindakan membuka rahasia ini petugas kesehatan dapat dikenakan sanksi pidana, perdata maupun administratif. Secara pidana membuka rahasia kedokteran diancam pidana melanggar pasal 322 KUHP dengan ancaman hukuman selama-lamanya 9 bulan penjara. Secara perdata, pasien yang merasa dirugikan dapat meminta ganti rugi berdasarkan pasal 1365 jo 1367 KUH Perdata. Secara administratif, PP No.10 tahun 1966 menyatakan bahwa tenaga kesehatan yang membuka rahasia kedokteran dapat dikenakan sanksi administratif, meskipun pasien tidak menuntut dan telah memaafkannya.
Postingan ini adalah penyatuan informasi dari beberapa artikel yang ditulis dari beberapa penulis blog dengan link terkait :
http://medikalrecord.blogspot.co.id/2010/07/pengertiantujuankegunaan-rekam-medis.html
http://drampera.blogspot.co.id/2011/04/informed-consent.html

http://medicalrecord.blogspot.co.id/

Kamis, 18 Mei 2017

PROSEDUR PELAYANAN RAWAT INAP UNTUK PASIEN ASURANSI DAN NON ASURANSI

PROSEDUR PELAYANAN RAWAT INAP UNTUK PASIEN ASURANSI DAN NON ASURANSI

1.      Pengertian Pelayanan Rawat Inap
Rawat inap  (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatanpasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit.
Rawat inap merupakan suatu bentuk perawatan, dimana pasien dirawat dan tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu. Selama pasien dirawat, rumah sakit harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien (Posma 2001 yang dikutip dari Anggraini (2008).
a. Memberikan bantuan kepada orang yang mempunyai kebutuhan
b. Memberikan pelayanan atas semua hal berikut ini:
1)      Apa yang mereka kehendaki
2)      Kapan mereka menghendaki
3)      Siapa yang ingin mereka temui
4)      Mengapa mereka menginginkannya
5)      Cara apa yang mereka kehendaki dalam melekukan pekerjaan tersebut.

Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya (Depkes RI 1997 yang dikutip dari Suryanti (2002)).


2. Kegiatan Pelayanan Rawat Inap
a. Penerimaan Pasien ( Admission )
b. Pelayanan Medik
c. Pelayanan Penunjang Medik
d. Pelayanan Perawatan
e. Pelayanan Obat
f. Pelayanan Makanan
g. Pelayanan Administrasi Keuangan

Menurut Revans (1986) bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap akan mengalami tingkat proses transformasi, yaitu:        
1)      Tahap Admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan dirawat  tinggal di rumah sakit.
2)      Tahap Diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakan diagnosisnya. Tahap Treatment,yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukan dalam program perawatan dan therapi.
3)      Tahap Inspection, yaitu secara continue diobservasi dan dibandingkan pengaruh serta respon pasien atas pengobatan.
4)      Tahap Control, yaitu setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan. pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke proses untuk didiagnosa ulang.

3. Sistem Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit
       a. Alur Proses Pelayanan Pasien di Unit Rawat Inap
   Alur proses pelayanan pasien unit rawat inap akan mengikuti alur sebagai berikut :
1) Bagian Penerimaan Pasien ( Admission Departement )
2) Ruang Perawatan
3) Bagian Administrasi dan Keuangan


4. Klasifikasi Rawat Inap di Rumah Sakit
a.    Klasifikasi perawatan rumah sakit telah ditetapkan berdasarkan tingkat fasilitas pelayanan yang disediakan oleh rumah sakit, yaitu seperti berikut:
1)      Kelas Utama (termasuk VIP) 
2)      Kelas I
3)      Kelas II dan Kelas III
b.  Klasifikasi pasien berdasarkan kedatangannya
1)  pasien baru
2)  pasien lama
c.  Klasifikasi pasien berdasarkan pengirimnya
1) Dikirim oleh dokter rumah sakit
2) Dikirim oleh dokter luar
3) Rujukan dari puskesmas dan rumah sakit lain
4) Datang atas kemauan sendiri

5. Kualitas Pelayanan Rawat Inap
Menurut Jacobalis (1990) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah:
a.    Penampilan keprofesian atau aspek klinis, Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter dan perawat dan tenaga profesi lainya.
b.    Efisiensi dan efektifitas, Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.
c.    Keselamatan Pasien, Aspek ini menyangkut keselamatan dan keamanan pasien
d.   Kepuasan Pasien, Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental, dan sosial pasien terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.
Menurut Jacobalis (1993), pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit erat kaitanya dengan:
a.    Dokter, perawat atau petugas kesehatan
b.    Aspek hubungan antar manusia.
c.    Kemanusiaan.
d.   Kenyamanan atau kemudahan fasilitas dan lingkungan.
e.    Peralatan dan perlengkapan.
f.     Biaya pengobatan.

6. Tujuan Pelayanan Rawat Inap
a.    Membantu penderita memenuhi kebutuhannya sehari-hari sehubungan dengan
       penyembuhan penyakitnya.
b.    Mengembangkan hubungan kerja sama yang produktif baik antara unit maupun   
       antara profesi.
c.    Menyediakan tempat/ latihan/ praktek bagi siswa perawat.
d.   Memberikan kesempatan kepada tenaga perawat untuk meningkatkan 
      keterampilannya dalam hal keperawatan.
e.   Meningkatkan suasana yang memungkinkan timbul dan berkembangnya gagasan  
      yang kreatif.
f.   Mengandalkan evaluasi yang terus menerus mengenai metode keperawatan yang
     dipergunakan untuk usaha peningkatan.
g.  Memanfaatkan hasil evaluasi tersebut sebagai alat peningkatan atau perbaikan 
     praktek keperawatan dipergunakan.

7.    Standar Pelayanan Rawat Inap
Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal (Clinical
Practice Guideline, 1990 dalam Azwar, 1996). Standar pelayanan yang digunakan harus sesuai dengan standar profesi yang berlaku dan kode etik kedokteran saat ini. Setiap rumah sakit gigi dan mulut dalam memberikan pelayanan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar profesi kedokteran  gigi yang ditetapkan.
Standar profesi berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 1992 adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Hak pasien adalah hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion) (Nasution, 2005). Setiap RSGM dalam memberikan pelayanan mempunyai kewajiban-kewajiban, salah satunya adalah melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan RSGM dan standar profesi kedokteran gigi yang ditetapkan.
Pelayanan kesehatan adalah suatu sistem lembaga, orang, tekonologi dan sumber daya yang dirancang untuk meningkatkan status kesehatan suatu populasi,  misalnya pencegahan, promosi, pengobatan dan sebagainya (Adikoesoemo, 1997). Standar pelayanan yang harus dimiliki oleh rumah sakit menurut Azwar (1996) adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan farmasi harus dilakukan dibawah pengawasan tenaga ahli
            farmasi yang baik
2. Rumah sakit harus menyediakan pelayanan laboratorium patologi
           anatomi dan patologi kliniK.
3. Rumah sakit harus menyediakan ruang bedah lengkap dengan
           fasilitasnya
4. Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi dan dipelihara dengan baik
           untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pasiennya.

Standart Pelayanan Rawat inap
Standar minimal rawat inap di rumah sakit adalah sebagai berikut:
1.      Pemberian layanan rawat inap adalah Dokter spesialis, dan perawat dengan minimal
pendidikan D3.
2.  Penanggungjawab pasien rawat inap  100 % adalah dokter.
      3.  Ketersediaan pelayanan rawat inap terdiri dari anak, penyakit dalam, kebidanan, dan bedah.
4.   Jam kunjung dokter spesialis adalah pukul 08.00 – 14.00 setiap hari kerja.
5.   Kejadian infeksi paska operasi  kurang dari 1,5 %.
6.   Kejadian infeksi nosokomial kurang dari 1,5 %.
7.   Kematian pasien lebih dari 48 jam : kurang dari 0,24 %.
8.   Kejadian pulang paksa kurang dari 5 %.
9.   Kepuasan pelanggan lebih dari 90 %.

8.    Indikator Mutu Pelayanan Rawat Inap

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
a)      BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to inpatient bed count days in a period under consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005). Rumus :
   BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X Jumlah              hari   
  dalam satu periode)) X 100%
b)      AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
AVLOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization stay of inpatient discharged during the period under consideration”. AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus:  AVLOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
c)      TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. Rumus
:
  TOI = ((Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan) / Jumlah   
  pasien keluar (hidup +mati)
d)     BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)
BTO menurut Huffman (1994) adalah “...the net effect of changed in occupancy rate and length of stay”. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
  Rumus: BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur
e)      NDR (Net Death Rate)
   NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit. Rumus:
    NDR = (Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati) ) X                      1000 ‰
f)       GDR (Gross Death Rate)
   GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita
   keluar. Rumus:
   GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup mati))                       X 1000 ‰

9.    Prosedur Pelayanan Rawat Inap Di Rumah Sakit

    Alur proses pelayanan pasien unit rawat inap akan mengikuti alur sebagai berikut :
1) Bagian Penerimaan Pasien ( Admission Departement )
2) Ruang Perawatan
3) Bagian Administrasi dan Keuangan
Prosedur Pelayanan Rawat Inap Di Rumah Sakit :
1.   Pasien yang membutuhkan perawatan inap atas sesuai indikasi medis akan mendapatkan surat perintah rawat inap dari dokter spesialis RS atau dari UGD
2.   Surat perintah rawat inap akan ditindak lanjuti dengan mendatangi bagian pendaftaran untuk konfirmasi ruangan sesuai hak peserta dengan membawa KPK asli dan fotocopy sehingga peserta bisa langsung dirawat
3.   Bila ruang perawatan sesuai hak peserta penuh, maka ybs berhak dirawat 1 (satu) kelas diatas/dibawah haknya. Selanjutnya peserta dapat pindah menempati kamar sesuai haknya dan bila terdapat selisih biaya yang timbul maka peserta membayar selisih biaya perawatan
4.   Bagian Pendaftaran rawat inap di RS akan menerbitkan Surat Keterangan Perawatan RS dan selanjutnya akan diteruskan ke Kantor Cabang PT Jamsostek (Persero) dapat melalui faksimil agar segera dapat diterbitkan surat jaminan rawat inap
5.   Bidang Pelayanan atau Bidang Pelayanan JPK Kantor Cabang PT Jamsostek akan menerbitkan Surat Jaminan Rawat Inap berdasarkan Surat Keterangan Perawatan RS dan akan dikirim melalui faksimil ke RS. Surat jaminan harus sudah diurus selambat-lambatnya 2x24 jam terhitung peserta rawat inap di rumah sakit
6.   Bila pasien membutuhkan pemeriksaan penunjang diagnostik lanjutan atau tindakan medis, maka yang bersangkutan harus menandatangani Surat Bukti Pemeriksaan dan Tindakan setiap kali dilakukan
7.   Setiap selesai rawat inap, peserta/orangtua peserta bersangkutan harus menandatangani Surat Bukti Rawat Inap dan pasien akan mendapatkan perintah untuk kontrol kembali ke spesialis yang bersangkutan
8.   Pasien akan membawa surat perintah kontrol kembali dari dokter spesialis ke dokter PPK I untuk mendapatkan Surat Rujukan  PPK I ke dokter spesialis di RS yang ditunjuk.
9.   Selanjutnya berlaku prosedur rawat jalan dokter spesialis di RS
10.  Jawaban rujukan dari dokter spesialis dapat diberikan kembali kepada dokter keluarga di PPK I.

           Dokter menganjurkan pasien untuk rawat inap :
1.      Atas persetujuan pasien/keluarga/penanggungjawab pasien, perawat IGD/POLI memberitahu receptionist bahwa pasien akan dirawat inap.
2.  Perawat mengarahkan keluarga / penanggungjawab pasien untuk mendaftarkan pasien rawat inap ke receptionist.
3.  Untuk pasien yang masuk melalui IGD, receptionist menanyakan Kartu Berobat pasien (untuk pasien lama) atau mencatat data / identitas pasien  dengan lengkap (untuk pasien baru).

Untuk Pasien Umum :
1.  Receptionist menawarkan tarif jasa Rawat Inap secara jelas kepada pasien.  
2. Apabila sudah ada kesepakatan dari keluarga / penanggungjawab pasien, maka receptionist memberikan form “Surat Pernyataan Pembayaran” kepada keluarga / penanggung-jawab pasien untuk diisi dan ditanda tangani
3  Receptionist meminta jaminan rawat inap kepada keluarga / penanggungjawab pasien berupa KTP/SIM atau tanda pengenal lainnya
4. Setelah form “Surat Pernyataan Pembayaran“ diisi dan ditanda tangani oleh pasien, berikan form tersebut ke bagian Rekam Medis untuk dicarikan berkas Status Pasien Rawat Inap sesuai dengan Nomor Rekam Medik  dan selanjutnya Status Pasien Rawat Inap diantarkan oleh petugas Rekam Medis ke IGD/POLI yang dituju.

Untuk Pasien dengan Menggunakan Asuransi
-         Menanyakan kepemilikan asuransi kesehatan yang dimiliki pasien
-          Bila pasien masuk pada jam kerja, minta pasien untuk mengambil jaminan yang   
           dikeluarkan oleh Perusahaan / Asuransi terkait. Bila pasien masuk diluar jam kerja,   
           jaminan diambil keesokan harinya, pada saat jam kerja.
-         Meminta lembar jaminan, photo copy kartu asuransi, dan surat rujukan dari Puskesmas   
          (kecuali kasus emergency) sebagai pelengkap tagihan.-
-         Meminta pasien melengkapi persyaratan lainnya yang berhubungan dengan tagihan  
          asuransi yang dimiliki.-
-         Bila syarat adiminstrasi belum lengkap, keluarga / penanggung-jawab pasien diberi  
          waktu maksimal 2x24 jam untuk memenuhi persyaratannya (selama pasien rawat
          inap). Jika tidak dipenuhi, pasien dianggap UMUM.-
-         Tentukan dan beritahu keluarga / penanggung-jawab pasien tentang kamar yang akan   
          ditempati oleh pasien sesuai dengan jatah yang telah ditentukan asuransi yang terkait, 
          dengan mengelompokan Dewasa ( Pria / Wanita ) dan atau Anak.-
-         Bila pasien meminta untuk naik kelas perawatan (kecuali JAMKESMAS dan  
          JAMKESDA), berikan “Surat Pernyataan Kesediaan Pembayaran Selisih Biaya” untuk  
         diisi dan ditandatangani oleh pasien/keluarga pasien.
-     Receptionist meminta jaminan rawat inap kepada keluarga / penanggungjawab pasien (khusus kepada pasien yang minta naik kelas perawatan) berupa KTP/SIM atau tanda pengenal lainnya
-    Setelah form “Surat Pernyataan kesediaan Pembayaran Selisih Biaya“ diisi dan ditanda tangani oleh keluarga / penanggungjawab pasien (khusus pasien yang minta naik kelas perawatan), berikan form tersebut ke bagian Rekam Medis.-
-    Seluruh berkas administrasi rawat inap yang telah rampung diberikan ke bagian rekam medik untuk dicarikan berkas Status Pasien Rawat Inap sesuai dengan Nomor Rekam Medik  dan selanjutnya Status Pasien Rawat Inap diantarkan oleh petugas Rekam Medis ke IGD/POLI yang dituju.
-    Petugas Rekam Medik mencatat di buku kunjungan pasien dan memberi tanda Rawat Inap.-
-    Receptionist menginformasikan ke bagian rawat inap mengenai kamar yang akan dipergunakan pasien guna mempersiapkan segala kelengkapan dan fasilitasnya.
      -    Perawat mempersiapkan ruangan pasien baru.
-    Setelah ruang rawat inap siap, perawat memberitahu receptionist bahwa ruangan telah siap untuk ditempati.
-     Receptionist memberitahu perawat POLI/IGD ruangan yang telah dipersiapkan.
      Perawat POLI/IGD mengantar pasien ke ruangan rawat inap.

Askes (Asuransi Kesehatan)
Askes adalah salah satu jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua perawatan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan asuransi, yaitu: rawat inap (in-patient treatment) dan rawat jalan (out patient treatment).

Tujuan Askes
Tujuan pemerintah menyelenggarakan semua pertanggungan sosial pada dasarnya adalah
sama yaitu untuk memberikan jaminan sosial bagi masyarakat. Demikian juga hal asuransi kesehatan,tujuannya adalah membayar biaya rumah sakit, biaya pengobatan dan mengganti
kerugian tertanggung atas hilangnya pendapatan karena cedera akibat kecelakaan atau penyakit.
Sedangkan tujuan asuransi kesehatan adalah meningkatkan pelayanan pemeliharaan
kesehatan bagi peserta dan anggota keluarganya.


DAFTAR PUSTAKA


Adikoesoemo, Suparto. 2003. Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Aditama, Yoga Tcandra. 2006. Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Edisi 2. Jakarta: UI
Press.